1. Pengertian Model Pembelajaran
Pembelajaran
merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling
berhubungan satu dengan yang lain. Komponen-komponen tersebut meliputi:
tujuan, materi, metode dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran
tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan
model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan
berbagai prinsip atau teori sebagai pijakan dalam pengembangannya. Joyce
& weil (Rusman, 2010:132) mengemukakan bahwa “para ahli menyusun
model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori
psikologi, sosiologi, analisis sistem, atau teori-teori lain yang
mendukung”. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya
guru boleh memilih model pembelajaran yang efisien untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Joyce, (Trianto 2007:5) Mengemukakan bahwa :
Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,kurikulum
dan lain-lain.
Setiap model pembelajaran mengarahkan ke
dalam mendesain pembelajaran untuk membantu siswa sedemikian rupa
sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Istilah model pembelajaran
mempunyai makna lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur.
Model
Pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode, dan prosedur. Kardi dan Nur (Trianto 2007:6)
mengemukakan ciri-ciri tersebut adalah :
1. rasional teoritik logis yang disusun oleh pencipta atau pengembangnya
2. landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar ( tujuan pembelajaran yang akan dibalas )
3. tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan
4. lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai
Berdasarkan
pendapat tersebut, dikemukakan bahwa ciri dari model pembelajaran
semuanya disusun dan dikembangkan hanya dari pencipta model tersebut.
Ciri-ciri khusus model pembelajaran dijadikan pedoman oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dicanangkannya.
2. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham
konstruktivis. Isjoni (2009:14) mengemukakan bahwa “pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham
konstruktivis”. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar
dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
Pada dasarnya, proses pembelajaran yang
terjadi melibatkan siswa dari latar belakang yang berbeda-beda, mulai
dari warna kulit, agama bahkan dari tingkat kemampuan berpikir dan gaya
belajar mereka. Untuk itu seorang guru harus pandai melihat
perbedaan-perbedaan karakterisitik di setiap melakukan proses belajar
mengajar. Johson, dkk (Miftahul Huda 2011:13) mengemukakan bahwa
“Pengalaman pembelajaran kooperatif ternyata lebih diminati oleh
siswa-siswa yang heterogen, siswa-siswa yang berasal dari kelompok etnik
yang berbeda, baik yang cacat maupun noncacat”. Sedangkan Iskandar
(2009:126) mengemukakan bahwa “pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan”.
Model pembelajaran kooperatif sangat membantu tugas
dari seorang guru dalam menyampaikan materi yang akan dibawakan karena
pembelajaran kooperatif mengharuskan melakukan interaksi antar teman
sejawatnya untuk melakukan atau menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
guru. Secara historis pembelajaran kooperatif bermula dari paham
konstruktivisme dimana siswa saling membantu dari awal untuk menemukan
hingga memahami setiap materi-materi yang diberikan oleh guru.
Slavin (Iskandar 2009:126) mengemukakan bahwa :
Pembelajaran
konstruktivis dalam pengajaran menerapkan model pembelajaran kooperatif
secara ekstensif atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep–konsep yang sulit apabila mereka saling
mendiskusikan konsep - konsep tersebut.
Pembelajaran
kooperatif dapat menguntungkan bagi siswa yang tingkat kemampuan rendah
ataupun berprestasi rendah begitupun yang tingkat kemampuan tinggi atau
berprestasi tinggi yang mengerjakan tugas akedemik bersama-sama. Mereka
atau siswa yang berprestasi tinggi mengajari teman-temannya yang
berprestasi yang lebih rendah, sehingga memberikan bantuan khusus dari
sesama teman yang memiliki minat dan bahasa berorientasi kaum muda yang
sama. Dalam prosesnya, mereka yang berprestasi lebih tinggi juga
memperoleh hasil secara akademik karena bertindak sebagai tutor menuntut
untuk berpikir lebih mendalam tentang hubungan di antara berbagai ide
dalam subjek tertentu.
a. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Adalah
benar bahwa dalam setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik
tersendiri yang membedakannya. Menurut Lundgren (Isjoni,2009:16)
unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1)
pebelajar dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka
"sehidup sepenanggungan; 2) pebelajar memiliki tanggung jawab terhadap
pebelajar lainnya dalam kelompok, di samping tanggung jawab terhadap
diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi ; 3)
pebelajar haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama ; 4) pebelajar haruslah membagi tugas dan
tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; 5) pebelajar akan
diberikan evaluasi atau penghargaan. yang akan berpengaruh terhadap
evaluasi seluruh anggota kelompok ; 6) pebelajar berbagi kepernimpinan
dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya ; 7) pebelajar akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.
Berdasarkan
pendapat di atas, maka dapat dikemukakan bahwa ciri ciri atau
karakteristik dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1) kelompok dibentuk dari pebelajar yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah,
2) jika memungkinkan, setiap anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda,
3) pebelajar belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi,
4) penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individu.
b. Fase Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
pertama dalam pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya 6 (enam)
fase. Pelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran
disertai dengan memberikan motivasi kepada siswa. Pada Fase ini diikuti
dengan penyampaian informasi, biasanya dalam bentuk materi (materi
bacaan), selanjutnya siswa dikelompokkan dalam tim belajar. Pada fase
ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk
menyelesaikan tugas bersama mereka.
Fase terakhir dalam model
pembelajaran kooperatif adalah mempresentasikan hasil dari kerja
kelompok atau evaluasi tentang materi yang telah dipelajari dan guru
memberikan penghargaan terhadap usaha yang telah dilakukan oleh kelompok
ataupun individu (Arnidah:2009). Kegiatan guru terhadap enam (6) fase
tersebut dapat diliihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Kegiatan pembelajar
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi pebelajar Pembelajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi pebelajar belajar
Fase 2
Menyajikan informasi Pembelajar menyajikan informasi kepada pebelajar baik dengan peragaan atau teks
Fase 3
Mengorganisasikan pebelajar ke dalam kelompok-kelompok belajar Pembelajar
menjelaskan kepada pebelajar bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang
efisien
Fase 4
Membantu kerja kelompok dalam belajar Pembelajar membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
Fase 5
Mengetes materi Pembelajar memberi tes materi pelajaran, atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka
Fase 6
Memberikan penghargaan Pembelajar
memberikan cara-cara untuk menghargai baik penghargaan atas tingginya
upaya kerjasama dalam proses belajar kelompok, maupun hasil belajar
individu dan kelompok
Satu aspek penting pembelajaran
kooperatif ialah bahwa di samping membantu mengembangkan tingkah laku
kooperatif dan hubungan yang lebih baik di antara siswa, juga membantu
siswa dalam pembelajaran akademis. Hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil
belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual
atau kompetitif.
c. Perbedaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional
Pembelajaran
kooperatif dibuat untuk meningkatkan usaha partisipasi antar siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dalam sebuah
kelompok dan memberikan kesempatan siswa berinteraksi sesama siswa yang
berbeda suku, agama atau ras sekalipun. Dalam pembelajaran konvensional
dikenal juga dengan adanya kelompok. Meskipun demikian, ada sejumlah
perbedaan mendasar antar kelompok belajar kooperatif dengan belajar
konvensional.
Menurut Abdulrrahman dan Bintaro, (Nurhinda Bakkidu 2010:158) bahwa perbedaan belajar kooperatif dengan belajar konvensional.
Tabel 2.2 Perbedaan pembelajaran kooperatif dengan konvensional
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Guru sering memberikan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya
akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap
anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar
para anggotanya sehingga saling dapat mengetahui siapa yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan Akuntabilitas
individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering didorong oleh
salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya
“enak-enak saja” di atas keberhasilan temannya yang dianggap
“pemborong”
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat
saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guruatau kelompok dibiarkan memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing
Keteramilan
sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan,
kemampuan, berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik
secara langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan
Pada
saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi
masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung
Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
Berdasarkan
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan pengembangan dari pembelajaran konvensional. Pengembangan itu
terlihat dari peran guru ketika berada dalam proses belajar mengajar.
Perbedaan itu hanya terletak dari seorang guru dalam membawakan suatu
model pembelajaran.
Perbedaan itu dapat dilihat dari kolom pertama
pada tabel 2.2, berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan kurangnya
peran dari seorang guru ketika guru melakukan atau membagi kelompok
dalam proses pembelajaran. Secara konvensional, guru memberikan
keleluasan pada satu siswa untuk mendominasi setiap kelompok. Namun,
secara kooperatif, peran guru sangat diharapkan dalam pembagian
kelompok.